April 14, 2014

Passion


So, what is passion? Passion is a term applied to a very strong feeling about person or thing. Passion is an intense emotion compelling, enthusiasm, or desire for anything. (source : wikipedia)
Dalam sebuah blog yang pernah gue baca, penulisnya mengatakan bahwa passion adalah segala sesuatu dimana kita bersedia mengorbankan sesuatu demi mencapai hal itu. Passion adalah sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas tanpa paksaan. Passion adalah sesuatu yang kita kerjakan tanpa memikirkan untung dan ruginya. Passion adalah segala sesuatu yang kita sukai, yang dapat kita kerjakan sampai terkadang lupa waktu. Passion is the energy that comes from bringing more you into what you do.
And back to the main question, "what is your passion, Janet?"
Dalam hidup gue, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pemikiran, gue menyadari ada dua passion terbesar dalam hidup gue. Menulis dan mengajar.
Pernah suatu saat gue memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan tentang passion dari seorang saudara dengan jawaban ini. Lalu yang kembali gue terima adalah pernyataan yang membuat gue jadi berkecil hati. "Passion kayak begitu nggak akan buat kamu jadi sukses."
Mungkin saudara satu ini tidak tahu bahwa salah satu makna dari passion adalah sesuatu yang kita kerjakan tanpa memikirkan untung dan ruginya. Sukses itu dari doa dan hasil kerja keras, dan tidak ditentukan oleh manusia. Gue hanya ingin mengerjakan sesuatu yang gue suka dan mampu gue kerjakan dengan sepenuh hati. Karena hidup ini sendiri sudah terlalu berat dengan hal-hal yang tak terduga, gue tidak mau membuatnya tambah berat dengan mengerjakan semua hal yang bukan passion gue ini. Walau terkadang gue harus terpaksa melakukannya demi tuntutan.
Sudah sering gue ceritakan tentang passion gue menulis di tempat ini. Biarkan hari ini gue menulis tentang passion gue yang kedua, mengajar.
Sejak awal gue kuliah, gue bercita-cita jadi guru. Cita-cita yang tidak diiyakan oleh bokap karena beliau tidak percaya kalau gue mampu sabar dalam mengajar. Karena menjadi guru bukan hanya perkara mengajarkan sesuatu dan selesai begitu saja, tetapi mengajarkan sesuatu lalu memastikan bahwa yang lo ajarkan dapat mengena pada yang diajar. Tapi gue senang berbagi ilmu, senang menceritakan segala hal menarik tentang pengetahuan yang gue tahu kepada yang tidak tahu. Lebih senang lagi kalau dapat bertukar ilmu. 
Lalu mudahkah menuju cita-cita?
Gue pikir dengan nilai kelulusan tinggi segalanya akan dimudahkan. Ternyata tidak.
Berulang kali gue ganti pekerjaan. Mendapatkan teman-teman dari berbagai profesi, merasakan pemimpin yang baik bahkan yang sangat tidak baik. Namun selama itu tadi, bukan guru profesi gue. Berulang kali CV gue ditolak oleh sekolah. Menjadi guru privat saja berulang kali tidak dipercaya kemampuannya oleh orang tua murid. Menurut mereka gue cupu, belum berpengalaman, dan masih ingusan. Passion saja tidak cukup membawa gue pada pekerjaan yang gue inginkan. Jadilah gue berulang kali pindah pekerjaan, belajar suatu hal yang asing dan baru, berkali-kali menyesuaikan diri dengan tempat baru, dan dua kali mendapat bos yang tidak bijak.
Tapi Tuhan baik.
One day I got an offer to teach English in a school, a place where I work now. This is not a big school, even not as famous as some school where some celebrities studied on it. It's not an international school. It's a little school with such a lovely kids learn on it. Even though these kids are lovely, but it's not an easy job to teach them. Gue harus mengajar Bahasa Inggris kepada anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang masih belajar ABC dan berhitung dasar, serta sama sekali minim pengetahuan tentang Bahasa Inggris. Tidak sekali dua kali gue mati gaya, bahkan dikritik oleh atasan, but it's fun to work with kids. Gue nggak hanya mengajar tetapi dituntut untuk belajar. Seringkali sepulang kerja gue mencari tahu di internet atau bahkan berdiskusi dengan atasan tentang metode mengajar yang baik. Bohong kalau gue nggak lelah. Seringkali gue lelah, bahkan rindu rumah, karena kali ini gue bekerja di sebuah daerah di kota Bekasi, yang jauh dari rumah di Semarang. Bahkan untuk ke rumah saudara di Jakarta saja butuh waktu 1,5 jam kalau tidak macet.
Tidak hanya PAUD, gue juga harus mengajar anak SD yang kepribadiannya bermacam-macam. Mengajar anak yang manis dan pintar itu mudah, bagaimana dengan yang sudah tidak pintar, aktif bukan main pula. If I have no passion in this job, probably I gave up since the first week I came to this school. Namun kesulitan ini gue jadikan tantangan dan pembelajaran. Seperti rumus matematika yang sulit, sesulit apapun pasti ada jalan keluarnya. With a big faith that one day probably some of these kids maybe turn into such a great person is a spirit for me everytime I have to teach them. Bersyukur pula gue mendapat rekan kerja yang saling menguatkan, yang tak lelah mengingatkan gue bahwa awali sesuatu dengan berdoa dan akhirilah dengan bersyukur, maka segala sesuatu yang kau kerjakan akan terasa lebih ringan.
This is my passion, Sir... Maam...
Dari anak-anak ini gue belajar untuk hidup dengan tidak mempersoalkan hal-hal yang tidak penting. From these kids I got a little happiness by just seeing they are laughing, running, playing or saying something random innocently.






This is what I called as passion. How about you?
Love,
Janet.

February 6, 2014

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck




Baiklah! Saya akui ini adalah late post yang amat sangat kelewatan. Sudah lebih dari sebulan yang lalu, namun saya baru mem-postingnya sekarang. Maafkan saya :p
Jika anda belum tahu, film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diangkat dari novel berjudul sama karya Haji Abdul Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Walaupun dari yang saya baca, novel ini mendapat tuduhan plagiat dari sejumlah novel asing, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck berhasil menggambarkan dengan apik kondisi sosial masyarakat Minangkabau kala itu. Mungkin itu sebabnya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dianggap sebagai karya terbaik dari Buya Hamka.
Dari sejumlah karya yang pernah beliau ciptakan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah satu-satunya yang pernah saya baca dan begitu membekas dalam ingatan saya. Karena itulah, begitu tahu akan difilmkan, saya sangat semangat menanti filmnya.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah film adaptasi novel Buya Hamka kedua yang saya tonton setelah Di Bawah Lindungan Kaabah (2011). Sama-sama diperankan oleh Herjunot Ali (Awww!) yang kali ini beradu peran dengan Reza Rahardian (Awwww lagi!) dan Pevita Pearce, saya harus katakan bahwa Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck lebih berhasil menyuguhkan kualitas penceritaan yang lebih baik daripada Di Bawah Lindungan Kaabah. Menurut saya, penulis naskah ceritanya berhasil merangkum dengan baik seluruh esensi cerita dari novel ke dalam alur cerita yang padat dan karakterisasi karakter yang digambarkan dengan sangat baik. Jadi Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck tidak semata-mata mengutamakan kisah romantis antar tokoh utamanya saja, seperti halnya beberapa film adaptasi lain.
Dengan mengambil setting kehidupan masyarakat Minang tahun 1930, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck bercerita tentang seorang pemuda asal Makassar bernama Zainuddin (Herjunot Ali) yang kembali ke tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Tanah Datar, Minang. Bermaksud hendak mengenal tanah kelahiran ayahnya dan memperdalam ilmu agama tidak serta merta membuat Zainuddin diterima oleh penduduk setempat. Dikarenakan ibunya adalah seorang bugis dan Minang menganut sistem masyarakat matrilineal atau dari garis ibu, Zainuddin dianggap tidak memiliki kekerabatan apapun di tanah Minang.

Berkenalan dengan seorang bunga desa kebanggaan Batipuh yang cantik parasanya bernama Hayati (Pevita Pearce), lalu saling jatuh cinta  menguatkan hati Zainuddin untuk menetap di Batipuh, meski perlakuan tidak menyenangkan sering ia terima dari masyarakat. Namun sekali lagi karena masalah kekerabatan, jalinan perasaan keduanya dianggap menjadi sesuatu yang tidak layak. Walaupun pada akhirnya Zainuddin diminta untuk pergi dari Batipuh ke Bukittinggi, Zainuddin dan Hayati berjanji untuk tetap saling mencintai.
"Carilah kebahagiaan kita. Kemana pun engkau pergi, saya tetap untukmu. Jika kita bertemu kelak, saya akan tetap bersih dan suci untukmu, kekasihku."
- Hayati
 Cobaan besar datang ketika Hayati dipinang oleh Aziz (Reza Rahardian), seorang pemuda Minang yang berasal dari keluarga terpandang, yang dianggap lebih pantas bersanding dengan Hayati. Ditekan oleh tuntutan keluarga, berat hati Hayati memilih untuk menerima pinangan Aziz dan memutuskan hubungan dengan Zainuddin. Zainuddin yang patah hati memutuskan untuk pergi ke Jawa mengadu nasib sekaligus hendak melupakan Hayati. Ditemani oleh sahabatnya, Bang Muluk (Rendy Nidji), kemampuan menulis Zainuddin mengantarkannya menjadi seorang penulis yang terkenal dan bergelimangan materi. Namun garis takdir Zainuddin dengan Hayati ternyata belum terputus. Zainuddin bertemu kembali dengan Hayati yang kini telah menjadi istri Aziz.



Bangkrut dan tidak memiliki apa-apa lagi, Aziz meninggalkan Hayati di rumah Zainuddin lalu bunuh diri karena merasa tidak punya muka lagi. Sebelum meninggal, Aziz menulis sepucuk surat yang berisi talak cerai kepada Hayati dan pernyataan bahwa ia mengembalikan Hayati pada Zainuddin. Hayati yang masih mencintai Zainuddin memohon untuk dapat kembali pada pemuda itu. Namun sakitnya patah hati masih dirasakan oleh Zainuddin. Menolak menerima Hayati kembali, Zainuddin memintanya untuk kembali ke Batipuh dengan kapal Van Der Wijck.

 Bukankah kau yang telah berjanji ketika saya diusir oleh Ninik Mamakmu karena saya asalnya tidak tentu, orang hina, tidak tulen Minangkabau, ketika itu kau antarkan saya di simpang jalan, kau berjanji akan menunggu kedatanganku berapapun lamanya, tapi kemudian kau berpaling ke yang lebih gagah kaya raya, berbangsa, beradat , berlembaga, berketurunan, kau kawin dengan dia. Kau sendiri yang bilang padaku bahwa pernikahan itu bukan terpaksa oleh paksaan orang lain tetapi pilihan hati kau sendiri. Hampir saya mati menanggung cinta Hayati..  2 bulan lamanya saya tergeletak di tempat tidur, kau jenguk saya dalam sakitku, menunjukkan bahwa tangan kau telah berinang, bahwa kau telah jadi kepunyaan orang lain. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati?
Kau pilih kehidupan yang lebih senang, mentereng, cukup uang, berenang di dalam emas, bersayap uang kertas. Siapakah di antara kita yang kejam Hayati? Siapa yang telah menghalangi seorang anak muda yang bercita-cita tinggi menambah pengetahuan tetapi akhirnya terbuang jauh ke Tanah Jawa ini, hilang kampung dan halamannya sehingga dia menjadi anak  yang tertawa di muka ini tetapi menangis di belakang layar. Tidak Hayati, saya tidak kejam. Saya hanya menuruti katamu. Bukankah kau yang meminta dalam suratmu supaya cinta kita itu dihilangkan dan dilupakan saja, diganti dengan persahabatan yang kekal. Permintaan itulah yang saya pegang teguh sekarang. Kau bukan kecintaanku, bukan tunanganku, bukan istriku. Tetapi janda dari orang lain. Maka itu secara seorang sahabat, bahkan secara seorang saudara saya akan kembali teguh memegang janjiku dalam persahabatan itu sebagaimana teguhku dahulu memegang cintaku. Itulah sebabnya dengan segenap ridho hati ini kau ku bawa tinggal di rumahku untuk menunggu suamimu, tetapi kemudian bukan dirinya yang kembali pulang, tapi surat cerai dan kabar yang mengerikan. Maka itu sebagai seorang sahabat pula kau akan ku lepas pulang ke kampungmu, ke tanah asalmu, tanah Minangkabau yang kaya raya, yang beradat, berlembaga, yang tak lapuk dihujan, tak lekang dipanas. Ongkos pulangmu akan saya beri. Demikian pula uang yang kau perlukan. Dan kalau saya masih hidup, sebelum kau mendapat suami lagi Insya Allah kehidupanmu selama di kampung akan saya bantu.
- Zainuddin

 Singkat cerita, malang menimpa Hayati. Dalam perjalanan kembali ke Batipuh, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Walau pada akhirnya sempat bertemu kembali, Hayati akhirnya meninggal di pelukan Zainuddin.
 
Film berdurasi 163 menit ini membuat saya terkagum-kagum dengan pemandangan cantik tanah Minang yang di-set tahun 1930-an. Penggunaan bahasa daerah oleh karakternya, walau sedikit banyak masih terdengar kaku, membawa saya seolah masuk dalam ceritanya. Apa yang saya pernah baca di novelnya, yang kemudian saya bayangkan di dalam benak saya, tidak terlalu berbeda dalam penggambarannya di film ini. Akting Pevita Pearce yang sebelumnya sempat saya ragukan, ternyata di luar ekspektasi saya cukup memuaskan. Herjunot Ali harus saya akui untuk di beberapa bagian cerita aktingnya sedikit berlebihan, namun ia berhasil menyampaikan emosi seorang Zainuddin dengan cukup baik. Sedangkan Reza Rahardian, jangan tanyakan lagi kualitas aktingnya.
 
Overall dari 5 bintang, saya berikan 4.5 untuk film ini.
 
Hidup perfilman Indonesia! Saya masih menantikan film Indonesia lain yang berkualitas seperti ini :)
 
Happy Watching, Guys!

"Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sedu-sedan. Tetapi cinta menghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh ombak dan duri penghidupan"
- Hayati

Comic8



"Tertawalah sebelum tertawa dilarang"
- Indro 'Warkop'
Booming-nya Stand Up Comedy di Indonesia lewat acara Stand Up Comedy Indonesia yang ditayangkan di Kompas TV mungkin menjadi salah satu alasan film ini dibuat. Diperankan oleh sejumlah Comic (pelaku stand up comedy) lokal seperti Ernest Prakasa, Kemal Pahlevi, Babe Cabiita, Fico Fahriza, Mudy Taylor, Arie Kriting, Bintang Timur, Mongol Stres, film ini cukup memuaskan tanpa akting yang amat luar biasa dari pemain utamanya tadi. Pertama kali saya melihat trailernya, yang ada dalam pikiran saya adalah film ini bukan film komedi biasa. Comic 8 menawarkan komedi yang berbeda dari komedi biasanya.
Comic 8 bercerita tentang 3 kelompok penjahat yang secara kebetulan merampok bank yang sama dan di hari yang sama. Kelompok pertama yaitu The Amateurs berisi 3 orang amatir yaitu Babe, Bintang, dan Fico yang merampok karena ingin mengubah nasib. Kelompok kedua yaitu The Gangster yang beranggotakan 3 orang perampok profesional yaitu Ernest, Arie, dan Kemal. Dan yang terakhir The Freaks terdiri dari 2 orang aneh, Mudy dan Mongol yang merampok dengan tujuan menolong rakyat yang membutuhkan. Karena dikepung oleh polisi yang dipimpin oleh AKB Bunga (Nirina Zubir), 8 orang perampok ini mau tidak mau harus bekerja sama untuk menyelesaikan misi mereka dan menemukan jalan keluar dari bank.
Yang membuktikan kepada saya bahwa Film Comic 8 ini memang bukan film komedi biasa adalah plot nya yang menurut saya dirancang cukup apik dengan twist cerita yang berlapis di bagian akhirnya. Karena pada tengah-tengah cerita, saya sempat merasa "Ini film intinya apa sih?" sehingga timbul pemikiran "Yah, yang penting nih film bikin ngakak." Namun ketika tiba di bagian akhir cerita, kalimat "Oooh, ternyata begituuu..." keluar dari mulut saya dibarengi dengan ekspresi puas. Tidak sia-sia saya membeli tiket film ini.
Selain plot-nya, saya suka bagaimana isu-isu yang sedang booming dan sindiran tajam mengenai sosial politik disampaikan dalam film ini. Sebut saja masalah Kemacetan Jakarta, Pemindahan Ibukota, Banjir, Acara TV Alay, Diskriminasi Ras, hingga isu Kejahatan Cuci Otak, dan masih ada beberapa isu lain, yang jika anda jeli akan anda tangkap dari film ini. Semuanya dilapisi dengan celetuk-celetukan satir antar tokoh satu dan tokoh lainnya. Efek yang bukan abal-abal lewat adegan tembak- tembakan dan gerakan slow motion di beberapa adegan film ini menjadi tambahan nilai plus untuk Comic 8. Seru dan menghibur.
Menarik bukan?
Jika berharap mendapatkan tontonan edukasi, jelas film ini bukanlah film yang tepat. Namun butuh kecerdasan dari penonton jika ingin menangkap maksud dari humor cerdas yang ditawarkan oleh film ini. Jika tidak, hanya kelucuan saja yang akan anda peroleh.
Penampilan Nikita Mirzani, Nirina Zubir, Indro 'Warkop DKI', Pandji Pragiwaksono, Boy William, Agung Hercules, Coboy Junior, Jeremy Teti, Kiki Fatmala, Hengky Solaiman, Ence Bagus, dan Leila Sari juga menambah pecah film yang dirilis tanggal 29 Januari 2014 lalu.
Saya tidak akan bercerita lebih panjang lagi, yang jelas dari 5 bintang saya beri 4 bintang untuk film ini.
Happy Watching, Guys!
PS : Jangan buru-buru lari ke kamar mandi setelah film selesai. Ditahan dulu untuk melihat credit title-nya. Sip?

February 3, 2014

Carrie



Mungkin belum terlalu terlambat bagi saya untuk me-review film yang rilis tahun 2013 lalu. Saya tidak sempat menontonnya di bioskop karena kesibukan pekerjaan saya, sehingga baru kemarin saya sempat menonton Carrie hasil download-an adik saya.
Chloe Grace Moretz dan Stephen King mungkin dua nama yang menjadi alasan kuat bagi saya untuk menonton film ini. Chloe Grace Moretz adalah salah satu aktris muda hollywood favorit saya. Walau sempat membuat saya kecewa dengan film Kick Ass-nya, aktris muda ini memiliki bakat luar biasa. Sedangkan Stephen King, siapa yang tidak tahu namanya? Stephen King adalah seorang penulis asal Amerika Serikat yang populer dengan novel-novel horornya, sebut saja The Shining, Dreamcatcher yang pernah saya ketahui, lalu Carrie ini.
Carrie bercerita tentang seorang gadis muda bernama Carrie White (Chloe Grace Moretz) yang lahir dari seorang ibu yang memiliki paham religius yang salah bernama Margaret White (Julianne Moore). Merasa bahwa kelahiran putrinya adalah sebuah dosa, Margaret membesarkan Carrie dengan sangat overprotective. Carrie dipaksa untuk masuk ke dalam sebuah ruangan kecil untuk berdoa memohon pengampunan pada Tuhan setiap saat ia melakukan kesalahan. Kesalahan yang sebenarnya tidak salah. Carrie tidak diperbolehkan memakai pakaian terbuka, karena menurut Margaret itu adalah dosa. (Gosh! This lady is seriously crazy!)
Dibesarkan seperti itu membuat Carrie amat sangat tertutup, hingga suatu saat ketika ia mendapatkan haid pertamanya, Carrie berteriak histeris di depan teman-teman sekolahnya. Darah haid yang keluar dari tubuhnya, ia kira sebagai pertanda bahwa ia akan mati. Dilempari tampon oleh teman-temannya membawa Carrie pada satu titik di mana ia menemukan fakta bahwa ia memiliki kemampuan khusus yang selama ini tidak ia ketahui. Sikapnya yang tertutup dan bullying yang ia dapatkan dari Chris Hargensen (Portia Doubleday) dan teman-temannya, mengantarkan Carrie pada suatu kejadian mengerikan akibat salah paham dari maksud baik Sue Snell (Gabriella Wilde) dan pacarnya, Tommy Ross (Ansel Elgort). Kemarahan Carrie yang terpendam di balik penampilannya yang rapuh memberikan petaka bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk ibunya.
Label horror di film ini sama sekali tidak menakutkan bagi saya. Bagi saya, film ini seperti sebuah tragedi hidup seorang gadis yang dibesarkan dalam ketakutan.  Saya belum pernah menonton versi sebelumnya film ini yang rilis pada tahun 1976. Namun berdasarkan yang pernah saya baca, Carrie versi 1976 mendapatkan respon yang cukup baik dari penontonnya kala itu. Bagi saya yang belum pernah menonton versi sebelumnya, Carrie menyajikan cerita yang cukup memuaskan bagi saya.
Carrie menunjukan pada penonton tentang gambaran kehidupan remaja masa kini dengan konfliknya. Pergaulan yang salah dan bullying, bukan lagi permasalahan asing dalam kehidupan remaja. Pentingnya peran orang tua dalam membesarkan putra dan putri mereka juga memiliki andil besar dalam perkembangan kepribadian seorang anak. Film Carrie membawa pesan moral bagi penontonnya, baik remaja maupun orang tua.
Overall, dari 5 bintang saya beri 3.5 untuk film ini. Penilaian saya ini bukan mutlak, setiap orang pasti memiliki pendapatnya masing-masing, terutama bagi yang pernah menonton versi pertamanya. Penasaran?
Happy Watching, Guys!

The other kids, they think I'm weird. But I don't wanna be, I wanna be normal. I have to try and be a whole person before its to late.
- Carrie White, Carrie (2013)